Bertempat di ruang sidang 2 Pengadilan Agama Metro Kelas 1A, Senin 15 Juli 2019, Sosialisasi Budaya Anti Gratifikasi dihadiri oleh seluruh Hakim dan pegawai PA. Metro. Acara yang dipimpin langsung oleh Ketua PA. Metro, Drs. H. Ma’muri, S.H.,M.S.I., tersebut, menyampaikan langkah-langkah yang harus dibangun oleh seluruh hakim dan pegawai yang dipimpinnya untuk mewujudkan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) serta demi terwujudnya visi dan misi PA. Metro yaitu Terwujudnya Pengadilan Agama Metro yang Agung dan Modern.
Pengertian Gratifikasi sendiri menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Pengecualian:
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Adapun langkah kegiatan yang dapat dilakukan dalam membangun Budaya Anti Gratifikasi adalah sebagai berikut:
1. Menyusun tata nilai/standar nilai
Tata nilai/standar nilai, tidak lepas dari upaya mewujudkan visi dan misi PA. Metro Kelas 1A.
2. Menyusun kode etik
Kode Etik adalah suatu dokumen formal yang mengatur perilaku yang diharapkan pada seluruh Hakim dan pegawai pada PA. Metro
3. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi
Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) adalah unit yang melaksanakan program pengendalian gratifikasi. Dalam membentuk organisasi ini perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain Struktur Organisasi, Sumber Daya Manusia, Mekanisme Kerja dan Fasilitas.
4. Mengoperasionalkan Program Pengendalian Gratifikasi
Kegiatan operasional Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), tidak hanya menangani pelaporan penerimaan gratifikasi semata untuk selanjutnya diteruskan kepada KPK, tetapi juga mengupayakan membangun munculnya kesadaran setiap Hakim dan pegawai melaporkan atas pelanggaran etika yang terjadi dan tindak lanjutnya dapat segera dilaksanakan tanpa pandang bulu.
5. Melakukan Evaluasi Berkesinambungan
Evaluasi atas kegiatan UPG merupakan kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan program pengendalian gratifikasi. Selain itu evaluasi ini dapat pula dipakai untuk mengukur tingkat kesadaran Hakim dan pegawai dalam pelaporan maupun pengandalian gratifikasi.
6. Melakukan Pengembangan PPG
Sebagai organisasi yang dinamis, UPG diharapkan tidak hanya melakukan pekerjaan rutinitas semata, tetapi juga mampu secara terus menerus mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Sistem pelaporan gratifikasi atau pelanggaran atas kode etik yang mudah dan cepat namun tetap menjamin kerahasiaan pelapor melalui pengembangan teknologi informasi dirasa merupakan pilihan terbaik. Selain itu membangun dan memberdayakan motor penggerak integritas (tunas integritas) juga merupakan langkah yang baik guna memacu tumbuhnya integritas dalam diri setiap pegawai.
Pada penutupannya, Drs. H. Ma’muri, S.H.,M.S.I., menekankan kembali bahwa keberhasilan pengendalian gratifikasi sebagai salah satu upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, sudah barang tentu memerlukan komitmen penuh dari semua pihak. Diperlukan niat, tekad dan langkah bersama mulai dari jajaran pimpinan hingga level pegawai terendah dalam membangun integritas di lingkup Pengadilan Agama Metro Kelas 1A.(ommoll)